Kamis, 30 September 2010

Homeostasis

Homeostasis

Homeostasis adalah usaha tubuh untuk mempertahankan kondisi satabil atau keadaan static/ konstan dalam linkungan interna. Istilah homeostasis ini pertama kali diperkenalkan oleh WB. Canon. Ahli ilmu faal Amerika serikat Walter Cannon menyebutkan upaya mempertahankan lingkungan dalam yang stabil ini sebagai homeostasis yang berasal dari bahasa yunani homeo (sama) dan stasis (mempertahankan keadaan).


Cannon mengajukan 4 postulat yang mendasari homeostasis, yaitu :

1. Peran system syaraf dalam mempertahankan kesesuaian lingkungan dalam dengan kehidupan.

2. Adanya kegiatan pengendalian yang bersifat tonik.

3. Adanya pengendalian yang bersifat antagonistic.

4. Suatu sinyal kimia dapat mempunyai pengaruh yang berbeda di jaringan tubuh yang berbeda.

Sistem control Homeostasis.

http://images.google.com/images?q=tbn:W18cAwdmFP9VxM::listentoleon.net/wp/wp-content/uploads/2009/10/shivering-clip-art.gifHomeostasis dikontrol oleh system control yang dilakukan oleh sel-sel yang berfungsi untuk memelihara sifat fisik atau kimia lingkungan hidup interna relatife stabil. Misalnya pengaturan suhu tubuh, saat tubuh kedinginan maka untuk menjaga homeostatsi pembuh darah akan kontriksi untuk menurunkan panas yang hilang. Jika gagal maka tubuh akan meningkatkan produksi panas dengan shivering ( menggigil ).

System pengaturan tubuh yang lain untuk mempertahankan homeostasis ini adalah dengan system umpan balik negative (negative feedback system) :peningkatan atau penurunan suhu tubuh, tubuh akan memberikan reaksi berlawanan-sistem ini menguntungkan bagi tubuh. Sedangkan system umpan balik positif atau positive feedback system sering merugikan tubuh karena reaksinya memperburuk keadaan dan merupakan lingkaran setan seperti pendarahan, hipotensi, gangguan perfusi jaringan termasuk miokard.

Di perawatan ICU yang dimaksud ‘faktor luar menghentikan’ pada diagram diatas adalah bantuan dari paramedic.

System kontrol homeosatatis terdiri dari system transport cairan, system respirasi, saluran pencernaan, hati, system musculoskeletal, pembuangan akhir metabolism, pengaturan fungsi tubuh, pembiakan.

SISTEM TRANSPORT CAIRAN

Cairan ektrasel di transport ke seluruh tubuh melalui system sirkulasi dan pergerakan cairan antara kapiler dan sel. Organ yang berperan adalah jantung dan paru sehingga perfusi jaringan tercukupi untuk metabolisme.

SISTEM RESPIRASI

Paru-paru merupakan organ yang bertanggung jawab mempertahankan homeostasis dengan cara memenuhi kebutuhan oksigen sel melalui mekanisme ventilasi, difusi, transpotrasi dan perfusi.

SALURAN PENCERNAAN

Homeostasis pada saluran pencernaan adalah melalui mekanisme absorbsi sebagai nutrient seperti karbohidrat, asam amino, lemak dan lain-lain.

HATI

Tidak semua zat-zat yang di absorbsi melalui saluran pencernaan dapat digunakan sel dalam bentuk seperti yang di absorbsi. Hati mengubah susunan nutrient ini menjadi bentuk yang lebih dapat digunakan dan jaringan tubuh lainnya-sel lemak, mukosa usus, ginjal dan kelenjar endokrin membantu mengubah zat-zat yang diabsorbsi atau menyimpan sampai diperlukan.

SISTEM MUSKULOSKELETAL

System ini penting pada homeostasis untuk pergerakan melindungi tubuh dan memperoleh makanan,

PEMBUANGAN HASIL AKHIR METABOLISME

Pembuangan CO2 oleh paru dimana CO2 merupakan hasil akhir semua metabolism yang paling banyak.

Ginjal merupakan fungsi homeostasis menyaring sejumlah plasma melalui glomerolus kedalam tubulus ginjal, reabsorbsi zat yang diperlukan seperti asam amino, glukosa sejumlah air, berbagai ion, dan mengekskresikan zat yang tidak di perlukan seperti urea.

PENGATURAN FUNGSI TUBUH

System syaraf : terdiri dari tiga bagian besar, bagian sensoris, system syaraf pusat (bagian integrasi) dan bagian motoris.

System hormonal : dalam tubuh terdapat 8 kelenjar endokrin utama yang mengekresikan zat kimia yang dinamakan hormon. Sedangkan hormone adalah suatu system pengatur yang melengkapi system sayaraf, berfungsi sebagai reaski metabolisme yang lambat. Misalnya : hormone tiroid membantu meningkatkan semua reaksi kimia dalam sel. Insulin membantu metabolism glukosa. Hormone kortek adrenal mengawasi metabolisme tulang dll.

PEMBIAKAN

Kadang pembiakan daianggap tidak merupakan fungsi homeostasis, tapi pembiakan membantu mempertahankan keadaan satatik dengan menghasilkan yang baru untuk menggantikan yang mati.

KOMPONEN SISTEM HOMEOSTASIS

1. Reflek : adalah reseptor stimulus tanpa disadari (involuntary), tanpa di pertimbangkan (unpremeditated), tanpa dipelajari (unlearned), seperti mengelakan tangan dari benda hangat atau panas.mekanisme reflek terjadi dihubungkan dengan acus rerlex yang terdiri dari stimulus, reseptor, afferent, pusat integritas, efektor dan respon (feedback)

2. Respon homeostasis lokal : adalah respon yang terjadi secara lokal akibat stimulus seperti kerusakan pada kulit dan dilatasi pembuluh darah pada otot yang sedang beraktifitas.


Setelah mempelajari Homeostasis pada tubuh kita maka kita bisa paham akan kondisi pasien dimana keadaan homeostasisnya sedang tidak stabil. Dan kita ingat pada peran perawat di ICU yaitu mecegah terjadinya komplikasi yang di sebabkan oleh ketidakstabilan homeostasis tubuh. Seperti apa contohnya? Dalam pengalaman saya ketidak stabilan homeostasis ini dapat kita temui pada pasien dengan pemakaian ventilator (ketidak stabilan homeostasis pada system respirasi). Peran kita adalah membantu proses homeostasis system respirasi tersebut dengan memberi panduan latihan nafas dalam sesuai kondisi dan kemampuan pasien. Sehingga pemulihan system respirasi dapat lebih cepat. Bagaimana dengan system yang lain?? Pasti masih banyak contohnya. Anda bisa coba temukan sendiri. Karena itu pemahman tentang homeostasis pada perawat ICU sangat di perlukan.

Oke sobat, selamat belajar dan pahami yang lain agar kita bisa merawat pasien secara komperhensif.


Baca Selengkapnya di Sini »

Minggu, 26 September 2010

Pengkajian Fisik di ICU

PENGKAJIAN FISIK

Pengkajian fisik di ICU sangat penting dilakukan sekurang-kurangnya sekali sekali setiap hari pada pasien high dependency care dan setiap kali shif pada pasien kritis. Sedangkan pengkajian rutin dapat berupa data objektif dan data subjektif.

Pada saat pengkajian fisik lakukan mulai dari kepala ke bawah dan lakukan secara cepat pengkajian ABC (airway, breathing, sirculation).

A : Airway

Apakah pernafasan pasien Adekuat?

Pola nafas?

Apakah pergerakan kedua dinding dada sama?

B : Breathing

Bagaimana saturasi oksigen pasien?

Bagaimana cara pemberian terapi oksigen?

Apakah adekuat?

C : Circulation

Bagaimana heart rate pasien ? irama?

Bagaimana tekanan darahnya?

Bagaimana warna tangan dan kaki?

Berikut adalah standar penilaina berdasarkan Gaslow coma sacale (GCS)

E = Buka mata (eyes) Nilai

Spontan 4

Respon terhdap perintah lisan 3

Respon terhadap rangsangan sakit 2

Tidak ada respon 1

M = Motorik respons

Sesuai perintah 6

Terlokasi pada tempat sakit 5

Menarik terhadap rangsang sakit 4

Fleksi abnormal 3

Respon ekstensor 2

Tidak ada respon 1

V = Verbal response

Bicara sesuai, terorientasi 5

Bicara kacau 4

Bicara tidak sesuai 3

Kata-kata tak berarti 2

Tidak ada respon verbal 1

Terintubasi T

Ketiga tersebut di gabungkan atau dijumlahkan menjadi penilaian GCS = E M V

(urutan yang sering di gunakan urutannya untuk berkomunikasi dengan dokter atau petugas kesehatan lain adalah Eyes (E) motorik (M) Verbal (V))

Jumlah sekor :

15 = Compos mentis (CM)

14 – 11 = Somnolen

11 – 8 = Apatis

8 – 7 = Soporus

misalkan : E3 M5 V4 = 12 ( kesadaran somnolen)

Pada pemerikasaan Pernafasan.

Ø Lihat pergerakan dada, samakah?

Ø Auskultasi sura nafas.

Ø Cek mode pemberian oksigen.

Ø Cek saturasi oksigen dan analisa gas darah.

Pada pemeriksaan Kardiovaskuler

Ø Tanda-tanda vital seperti heart rate, tekanan darah, temperature, CVP.

Ø Auskultasi suara jantung.

Ø Kaji IV line.

Ø Cek sirkulasi perifer seperti warna jaringan perifer, kehangatan dan nadi.

Pada pemerikasaan Pencernaan

Ø Cek Naso Gastrik Tube (NGT) jika ada

Ø Cek jenis makanan, kecepatan dan tolernsi.

Ø Auskultasi peristaltik.

Ø Kapan terakhir BAB da BAK.

Pada pemerikasaan Ginjal

Ø Cek urine output

Ø Cek setatus cairan dan balance kumulatif.

Ø Cek kadar ureum dan kreatinin darah.

Pada pemerikasaan Endokrin

Ø Cek gadar gula darah. Apa perlu insulin?

Pada pemerikasaan Kulit

Ø Kaji resiko pasien terhadap terjadinya area yang tertekan dan apakah sudah menggunakan alat-alat bantu yang tepat.

Ø Inspeksi kulit adanya tanda-tanda area yang tertekan.

Ø Cek luka dan lakukan dressing.

Baca Selengkapnya di Sini »

Mengenal Lebih Jauh Tentang ICU

  MENGENAL ICU LEBIH JAUH

ICU (Intensive Care Unite) adalah ruang rawat di rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditunjukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa akibat kegagalan disfungsi satu organ atau lebih akibat penyakit, bencan atau komplikasi yang masih ada harapan hidup. (TE Oh)
Dlam mengelola ICU diperlukan dokter ICU yang memahami teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan kolaborasi erat bersama perawat yang terdidik dan terlatih untuk critical care.
Kebutuhan pelayanan ICU berhubungan dengan demografi, ekonomi dan teknologi, tetapi dapat juga berasal dari aktifitas dokter (missal bedah syaraf, bedah jantung dll). Biaya ICU mencapai tiga kali dari bed bangsal akut dalam perharinya.
Ada 3 level ICU di Indonesia
· Level I di rumah sakit daerah tipe (tipe C dan D)
Di sini ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (high dependency). Dapat melakukan observasi ketat dengan EKG monitor dan resusitasi dengan cepat tetapi ventilator hanya di berikan kurang dari 24 jam.
· Level II di rumah sakit tipe B
Di sini dapat melakukan ventilasi jangka lama, ada dokter residen yang selalu siap di tempat dan mempunyai fasilitas hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi. Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan misalnya dialysis, monitor invasive dan pemeriksaan canggih (CT scan) jika menunjang peran rumah sakit sebagai trauma center.
· Level III rumah sakit tertier (tipe A)
Biasanya pada RS tipe A mempunyai semua aspek yang di butuhkan ICU agardapat memenuhi peran sebagai RS rujukan.
Dari segi fungsinya ICU dapat di bagi menjadi :
1.) ICU medic.
2.) ICU trauma/ bedah.
3.) ICU umum.
4.) ICU pediatric.
5.) ICU neonates.
6.) ICU respiratori.
Semua jenis ICU mempunyai tujuan yang sama yaitu mengelola pasien sakit serius yang terancam jiwanya.

Berdasarkan Klasifikasi atau Stratifikasi Pelayanan ICU dapat di bagi menjadi :
a. Pelayanan ICU Primer (Standar Minimal)
Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Kekhususan yang harus dimiliki:
1) Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang perawatan lain.
2) Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3) Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
4) Ada dokter jaga 24 jam (dua puluh empat jam) dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru (A, B, C, D, E, F).
5) Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
6) Memiliki perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb, Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
b. Pelayanan ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskular dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama dan melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki:
1) Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang perawatan lain.
2) Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3) Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
4) Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter intensive care, atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien: perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
6) Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawat/terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU. Peranan Ruangan Perawatan Intensif (ICU) dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
7) Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup.
8) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9) Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.
c. Pelayanan ICU Tersier (Tertinggi)
Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis, pelayanan dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki:
1. Memiliki ruangan khusus tersendiri di dalam rumah sakit.
2. Memiliki kriteria penderita masuk, keluar, dan rujukan.
3. Memiliki dokter spesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi untuk datang setiap saat diperlukan.
4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus kasus lainnya.
6. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
7. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi intensif baik non-invasif maupun invasif.
8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
10. Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
11. Memiliki sifat tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.
d. Prosedur Pelayanan Perawatan/Terapi ICU
Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU:
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam jiwa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan terapi spesifik terhadap problema dasar.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh:
- Penyakit
- Iatrogenik
d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat/mesin dan orang lain.

Personil (Sumber daya manusia) di ICU meliputi tenaga dokter, perawat ICU, paramedic lain dan non medic tergantung pada level ICU. Peran perawat di perluas dalam menangani pasien antara lain :
Ø Dalam proses sapih ventilator yang dilakukan berdasarkan keadaan pasien dan data laboratorium atau monitor bedside.
Ø Dalam pengobatan titrasi obat inotropik, vasodilator, sedative, analgetik, insulin dan obat lain dapat dilakukan penyesuaian oleh perawat ICU berdasarkan data klinis dan laboratorium.
Ø Dalam menangani kasus hipotensi dapat melakukan challenge test lebih dahulu apabila gagal dibicarakan dengn dokter ICU.
Ø Perawat di ICU dapat bertindak dalam segi administrasi, bicara dengan teman atau keluarga pasien. Tugas lain bias sebagai fisioterpis, tata usaha ruangan, pekerja sosial dan pengawas ruangan.




ETIK di ICU
Kontroversi sering terjadi di ICU dalam hal legalitas, moral dan etik seperti pada kasus Euthanasia atau pengobatan antusias. Etik di ICU juga di pertimbangkan hal-hal berikut :
Prosedur masuk ICU : 
pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter disiplin lain diluar ICU setelah konsultasi dengan dokter ICU. Transportasi pasien ke ICU masih dalam tanggung jawab dokter pengirim. Transportasi dapat di bantu perawat ICU bila pasien dalam keadaan khusus. Pasien dan atau keluarga di beri penjelasan tentang indikasi masuk ICU, tata tertib ICU, biaya dan segala konsekuensinya dengan menandatangani informed consent ( surat persetujuan ).

Indikasi masuk ICU : 
seperti dikemukakan dalam definisi ICU maka indikasi masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu/ multiple organ atau system dan masih ada kemungkinan dapat di sembuhkan kembali oleh perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Selain itu indikasi masuk ICU ada indikasi sosial yaitu masuknya pasien ke ICU karena ada pertimbangan sosial.

Sebagai pertimbangan, berikut dapat dijadikan acuan prioritas masuk ICU :
Pasien Prioritas 1 (Satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain pascabedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya.
Pasien Prioritas 2 (Dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantaun intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien
prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah.
Pasien Prioritas 3 (Tiga)
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner.
Pengecualian
Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan kepala ICU. Lagi pula pasien-asien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga).
1. Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ.
2. Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi ”perawatan yang nyaman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah ”DNR”. Sesungguhnya, pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
3. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
4. Pasien yang secara fisiologis stasbil yang secara statistik risikonya rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pascabedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar, concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif dan atau observasi.

Kontra indikasi Masuk ICU : yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang menular/ infeksius tinggi dimana penularan penyakit melalui udara. (contohnya : pasien dengan gangrene, TB aktif dll).

Kriteria keluar ICU : pasien tidak perlu lagi mendapat perawatan di ICU bila meninggal, tidak ada kegawatan yang mengancam jiwa sehingga bias dirawat di ruang biasa dan atas permintaan keluarga bila ada informed consent khusus dari keluarga pasien. ( perhatikan hubungan pasien dengan yang mengajukan pulang paksa dan berikan informasi tentang resiko dari keputusan pasien atau keluarga).
Sebagai pertimbangan, berikut dapat dijadikan acuan prioritas keluar ICU :
Pasien Prioritas 1 (Satu)
Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif.
Pasien Prioritas 2 (Dua)
Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang.
Pasien Prioritas 3 (Tiga)
Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain-lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya). Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU.

Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur masuk dan keluar, standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapanini hendaknya dibuat oleh tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan bila ada penyimpangan-penyimpangan maka dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti.

Catatan : dalam pengalaman saya, sosialisasi dari prosedur masuk ICU, indikasi masuk ICU, kontra indikasi masuk ICU dan kriteria keluar ICU sangat perlu di sosialisasikan dan di pahami kepada seluruh tenaga di Rumah sakit baik perawat di IGD, ruang rawat biasa, IBS, laborat, radiologi dll agar tidak menjadi konflik dalam proses masuk dan keluar pasien ICU.

Pasien di ICU merupakan pasien dengan ketergantungan tinggi terhadap perawat dan dokter. Terkadang segala sesuatu yang terjadi pada pasien diketahui oleh data objektf seperti monitoring dan recording, hasil laborat dan tanda-tanda klinis. Perubahan yang terjadi pada diri pasien harus dianalisa dengan cermat untuk mendapatkan tindakan atau pengobatan secara cermat dan tepat.
Komunikasi yang baik juga perlu di jaga antara keluarga pasien dan perawat/ dokter sehingga keluarga tahu perkembangan pasien dan mengurangi kecemasan. Di ICU juga perlu ada tenaga jas rohaniawan dan tempat khusus untuk dapat beristirahat yang dilengkapi kamar mandi/ WC.
Mengingat bebean kerja personil di ICU maka perlu mendapat perhatian khusus dari segi kesejahteraan personil ICU. Mulai dari sarana di tempat kerja seperti ruang rehat yang di sediakan makanan kecil dan minuman. Kemudian rekreasi keluarga ICU di luar dinas untuk menyegarkan pikirn. Fasilitas kunjungan symposium, seminar atau setudi banding ke rumah sakit dapat menambah ilmu disamping sebagai sarana rekreasi. Dalam hal pendapatan tentunya personil ICU berhak mendapat jasa intensif yang lebih menimbang beban kerja dan resiko bekerja di ICU.

Pengelolaan rutin pasien ICU dapat meliputi :
1. Pendekatan pasien. Seperti Anamnesis, serah terima pasien, pemerikasaan fisik, kajian hasil pemerikasaan, identifikasi masalah dan setrategi penanggulangannya, juga informasi kepada keluarga secara konsisten.
2. Pemeriksaan fisik dari seluruh aspek fisiologis dan data demografi. Minimal 1 kali sehari.
3. Pemeriksaan, observasi dan monitoring rutin.
4. Jalur intra vaskuler.
5. Intubasi dan pengelolaan trachea.
6. Pengelolaan cairan.
7. Perdarahan gastro intestinal.
8. Nutrisi.
9. Usia lanjut dan penyakit yang serius.
10.Reaksi pasien saat di rawat di ICU.

PRASARANA

a. Lokasi
Dianjurkan satu kompleks dengan kamar bedah dan kamar pulih sadar, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium, dan radiologi.

b. Desain
Standar ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat.

Bangunan ICU:
- Terisolasi
- Mempunyai standar tertentu terhadap:
a. Bahaya api
b. Ventilasi
c. AC
d. Exhausts fan
e. Pipa air
f. Komunikasi
g. Bakteriologis
h. Kabel monitor
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata

1) Area Pasien:
- Unit terbuka 12–16 m2/tempat tidur
- Unit tertutup 16–20 m2/tempat tidur
- Jarak antara tempat tidur: 2 m
- Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
- Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur dan 1 cuci tangan
Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit 3 outlet udara–tekan, dan 3 pompa hisap dan minimum 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. Pencahayaan yang cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil. Desain dari unit juga memperhatikan privasi pasien.

2) Area Kerja, meliputi:
- Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien.
- Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).
- Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif skop.
- Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup untuk resepsionis dan petugas admistrasi.

3) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o–25o kelembaban 50–70%.

4) Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.

5) Ruang Penyimpanan Peralatan dan Barang Bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis. Alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih.

6) Ruang Tempat Pembuangan Alat/Bahan Kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi.

7) Ruang Perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dan pimpinannya.

8) Ruang Staf Dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor kepala bagian dan staf, dan kepustakaan.

9) Ruang Tunggu Keluarga Pasien

10) Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat.

2. PERALATAN
a) Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b) Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c) Peralatan dasar meliputi:
- Ventilator
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan akses vaskular
- Peralatan monitor invasif dan non-invasif
- Defibrilitor dan alat pacu jantung
- Alat pengatur suhu pasien
- Peralatan drain thorax
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus
- Lampu untuk tindakan
- Continuous Renal Replacement Therapy
Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisis dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU.
Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan paramedik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi.

3. MONITORING PERALATAN
(Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien).
a) Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b) Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
c) Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistem pernafasan.
d) Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus menerus.
e) Volume dan tekanan ventilator.
Volume yang keluar dari ventilator harus dipantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.
f) Suhu alat pelembab (humidifier).
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g) Elektrokardiograf.
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h) Pulse oximetry.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i) Emboli udara.
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara.
j) Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variable fisiologis lain seperti tekanan intra-arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi.

Banyak dokter-dokter yang kurang memahami mengenai indikasi merujuk
pasien ke ICU, sehingga banyak pasien yang sudah tidak ada harapan hidup
pun dirujuk ke ICU.

Harus ditekankan bahwa ICU bukan tempat
merawat pasien-pasien kasus terminal, atau dengan kata lain bukan
bandar udara untuk memberangkatkan pasien ke alam baka.

Angka mortalitas di ICU memang banyak ditentukan oleh seleksi pasien triase
seperti di atas, selain jenis penyakit, penatalaksanaan, dan fasilitas yang baik.
***

oh ya, buat temen-temen yang butuh powerpoint pengenalan ICU dapat download di sini



Sumber :
-       Pengalaman penulis “Irfan Nur Rohman” saat bekerja
-       Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara : Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie Sp.An KIC, 2007
-       Buku Pelatihan Intansive Care Unite, RS DR SARJITO Yogyakarta


Baca Selengkapnya di Sini »